Apa yang segera terlintas di benak Anda kala mendengar judul film The Italian Job? Jika Mini Cooper menjadi salah satu jawaban Anda, maka saya sependapat dengan Anda. Bukan sekedar Mini Cooper biasa, namun mobil- mobil yang akhirnya cukup identik dengan film The Italian Job ini telah dimodifikasi sedemikian rupa untuk menunjang aksi para pemeran utama film tersebut dalam menunaikan pekerjaan profesionalnya.
Nan jauh dari Italia dan Los Angeles yang merupakan lokasi film The Italian Job yaitu di kota Bandung lebih tepatnya, ada modifikator yang cukup identik dengan Mini Cooper dan mempergunakan mobil tersebut untuk menunjang aktivitas dan profesinya. Nama Alin dan Lana, pemilik bengkel AWM di bilangan Sukahaji 79 – Geger Kalong, Bandung boleh dibilang sudah cukup tersohor di kalangan penggemar modifikasi mobil, terlebih Mini.
“Awalnya sih hanya sekedar hobi sambil bernostalgia. Dulu waktu kita berdua masih kecil, mobil keluarga kita emang Mini, jadi kalo kemana-mana ya naik mobil itu. Bahkan pernah dipake mudik juga dari Bandung ke Surabaya. Terus kita coba angkat lagi memori itu dengan cara merestorasi Mini. Taunya pas udah jadi banyak yang suka dan minta kita untuk merestorasi Mini mereka, ya udah akhirnya kita seriusin deh,” ungkap Lana mengisahkan awal mula ketertarikan mereka pada Mini Cooper. “Kira-kira tahun 1999 deh tuh kita mulai serius ngebangun Mini,” tambah Alin sang adik.
Hampir sepuluh tahun bergelut dengan modifikasi Mini tentu bukan waktu yang singkat. Dengan proses pembelajaran dan referensi dari banyak sumber, tak heran jika hasil modifikasi dan restorasinya pun layak diacungi jempol, baik dari sisi konsep maupun finishing dan detailing-nya. Contohnya Mini berkelir Zircon Silver milik Alin ini. “Mobil gue ini basic-nya tahun 1972. Gue dandanin dengan konsep resto custom,” ujar Alin. Beberapa bagian bawaan mobil ditanggalkan dan digantikan dengan parts Mini produksi tahun yang lebih muda. Sebutlah bagian mesin yang telah mengadopsi teknologi injeksi dengan kapasitas mesin 1300 cc. “Dashboard, jok reclining yang udah gue bungkus ulang dan kaca spion gue pake punya Mini keluaran tahun 90an,” ulas pria berkaca mata ini. Untuk melengkapi kesempurnaan konsep yang diinginkan tadi, beberapa aksesori diaplikasikan secara harmonis. Seperti setir merk Nardi dan juga ragtop merk Webasto Hollandia. Velg Enkei berdiameter 13 inci dengan lebar 6 inci di bagian depan dan 7 inci di buritan yang dipadu dengan penggunaan ban Continental berukuran 175/50/13 dipercaya mampu mengimbangi body kit yang terpasang di mobil benomor polisi D 18 OM yang jika dibaca berbunyi “dibom” ini. “Body kit-nya ide gue sendiri tuh, custom made,” sebut Alin dengan bangga.
“Mobil gue juga ngebangunnya di workshop-nya Alin dan Lana nih,” ungkap Andrew, pemilik Mini produksi tahun 1990 berwarna Signal Red ini. Andrew yang menyukai Mini karena bentuknya yang imut dan unitnya yang tidak pasaran ini lebih memilih konsep resto classic untuk modifikasi mobilnya. Mesin berkapasitas 1300 cc dengan teknologi injeksi bawaan mobil dibiarkan tampil standar setelah diperbaharui jeroan-jeroannya. “Gearbox-nya aja yang tadinya manual gue ganti jadi automatic 3 speed punya Mini juga, biar lebih nyaman aja sob nyetirnya,” sebut pria yang sehari-hari juga menggunakan Mini kesayangannya untuk beraktivitas.
Agar kesan klasik makin kental, beberapa parts diadopsi untuk menyempurnakan konsep modifikasi yang dipilih. Seperti dashboard OEM (Original Equipment Manufacturer) yang posisinya berada di tengah layaknya Mini lawas. Begitu pula dengan pengaplikasian kaca spion bullet style yang merupakan produk aftermarket untuk mobil-mobil buatan Inggris, termasuk Mini Cooper. Velg Cooper ring 12 dipilih untuk mempercantik bagian kaki-kaki. Tak ketinggalan ragtop merk Webasto Hollandia dipasang untuk lebih menguatkan aura klasik mobil ini. “Selain biar keliatan klasik dan gaya, ragtop cukup berguna lho. Kalo disini (Bandung) kan udaranya enak sob, sore-sore buka ragtop anginnya berasa sejuk, hehe”, kekeh Andrew yang diamini oleh Alin.
Dua mobil berpenampilan menawan ini membutuhkan waktu modifikasi yang boleh dibilang cukup panjang. “Kira-kira setahunan deh. Paling lama tuh pas nyari ide dan nentuin konsep. Soalnya dari situ baru kita pilih dan tentuin barang-barang apa yang akan kita aplikasikan di mobil itu,” ulas Alin. “Ditambah lagi saat kita berburu parts atau aksesoris yang kita butuhin itu tadi. Butuh waktu dan kesabaran, karena nggak hanya di Bandung, Jakarta atau kota lain di Indonesia aja lho nyari barangnya, kadang kita harus import juga,” tambah Lana yang menyebut Inggris, Singapura, Australia dan Jepang sebagai negara-negara tempat berburu parts maupun aksesoris Mini.
Ketika disinggung tentang berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk merestorasi sebuah Mini, baik Alin maupun Lana kompak menjawab bahwa budget sangat bergantung kepada keinginan si pemilik mobil berikut kondisi mobil yang akan direstorasi. “Nah, kalo mobilnya udah jadi, kita sih biasanya menyarankan untuk dikendarai secara rutin. Jangan cuma dipajang di garasi. Soalnya, dari pengalaman kita nih, Mini tuh makin sering dipake, makin enak (dikendarainya) sob”, ulas Alin dan Lana berbagi tips.
Sepertinya, dua contoh mobil hasil garapan modifikator Bandung ini selain sedap dipandang juga bisa menjadi solusi di saat harga BBM semakin tinggi. Kapasitas mesin yang boleh dibilang kecil secara logika tentu irit dalam mengkonsumsi BBM. Dan, satu hal lagi yang juga tak kalah penting, bentuk dan tampilannya yang sangat stylish dan tak lekang oleh waktu sepertinya menjadi salah satu poin plus dari Mini. Itu sebabnya mengapa hingga saat ini Mini tetap tak kehilangan pamornya, terutama oleh para penggemar fanatiknya. Anda tertarik memilikinya?
No comments:
Post a Comment